Penipuan Online Marak, Kelompok Orang Ini Jadi Target Utama
Penipuan Online Marak – Penipuan di dunia digital semakin marak dengan berbagai modus yang terus berkembang. Dari transaksi keuangan hingga teknik manipulasi seperti deepfake, siapa sebenarnya kelompok masyarakat yang paling banyak menjadi korban? Menurut Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid, kelompok korban terbanyak berasal dari kalangan perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan sering kali […]
Penipuan Online Marak – Penipuan di dunia digital semakin marak dengan berbagai modus yang terus berkembang. Dari transaksi keuangan hingga teknik manipulasi seperti deepfake, siapa sebenarnya kelompok masyarakat yang paling banyak menjadi korban?
Menurut Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid, kelompok korban terbanyak berasal dari kalangan perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan sering kali menjadi target utama berbagai jenis penipuan, terutama dalam transaksi keuangan dan manipulasi berbasis teknologi.
“Korban terbanyak berasal dari kaum perempuan,” ungkap Meutya Hafid, menyoroti fenomena ini sebagai masalah yang perlu mendapat perhatian lebih.
Penipuan digital seperti deepfake, yang memanipulasi video atau gambar untuk menyebarkan informasi palsu atau melakukan pemerasan, juga kerap menargetkan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa kerentanan perempuan di dunia digital bukan hanya terkait dengan aspek ekonomi, tetapi juga menyangkut privasi dan keamanan mereka secara personal.
Untuk itu, perlindungan terhadap kelompok ini perlu ditingkatkan, baik melalui edukasi digital, penguatan regulasi, maupun teknologi keamanan yang lebih baik. Dengan kesadaran dan upaya kolektif, masyarakat dapat meminimalkan dampak penipuan online yang terus berkembang.
Literasi Digital untuk Perempuan: Fokus Utama Kementerian Komdigi
Melihat tingginya jumlah perempuan yang menjadi korban penipuan digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memprioritaskan program literasi digital yang lebih terfokus pada kelompok ini. Program tersebut bertujuan memberikan edukasi tentang cara mengenali ancaman digital, termasuk teknik penipuan seperti deepfake, serta langkah-langkah melindungi diri di dunia maya.
“Kemudian untuk korban deepfake, misalnya, itu rata-rata juga badannya perempuan, wajahnya perempuan yang kemudian dibuat deepfake, sehingga akhirnya cenderung mengarah pornografi,” ungkap Menteri Komdigi Meutya Hafid dalam konferensi pers di Kantor Komdigi, Senin (18/11/2024).
Modus seperti deepfake, di mana wajah dan tubuh korban dimanipulasi secara digital untuk tujuan pornografi atau pemerasan, menjadi salah satu ancaman serius yang kerap menargetkan perempuan. Teknologi ini tidak hanya merugikan secara personal, tetapi juga menciptakan dampak psikologis dan sosial yang mendalam bagi korban.
Melalui literasi digital, pemerintah berharap dapat memberdayakan perempuan untuk lebih waspada terhadap ancaman semacam ini, meningkatkan pemahaman mereka tentang keamanan digital, serta mengurangi risiko menjadi korban di masa depan. Upaya ini mencakup pelatihan, kampanye, dan penyediaan alat atau panduan praktis yang dapat membantu perempuan melindungi privasi dan keamanan mereka di dunia maya.
Langkah proaktif ini menunjukkan komitmen Kementerian Komdigi dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan inklusif bagi semua kelompok masyarakat, khususnya perempuan.
Fokus Literasi Digital untuk Perempuan
Melihat tingginya jumlah perempuan yang menjadi korban penipuan digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berkomitmen untuk meningkatkan program literasi digital, terutama yang ditujukan kepada kaum perempuan. Edukasi ini bertujuan untuk membekali perempuan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu mereka melindungi diri dari berbagai ancaman online, termasuk penipuan dan manipulasi teknologi.
“Kemudian untuk korban deepfake, misalnya, itu rata-rata juga badannya perempuan, wajahnya perempuan, yang kemudian dibuat deepfake, sehingga akhirnya cenderung mengarah pornografi,” ungkap Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam konferensi pers di Kantor Komdigi, Senin (18/11/2024).
Deepfake, sebuah teknologi manipulasi berbasis kecerdasan buatan, sering disalahgunakan untuk membuat konten yang merugikan, seperti video atau gambar palsu bernuansa pornografi. Sebagian besar korban adalah perempuan, yang sering kali menjadi target pelecehan atau pemerasan menggunakan konten ini.
Melalui literasi digital, Komdigi berharap dapat meningkatkan kesadaran perempuan terhadap ancaman seperti deepfake, sekaligus memberikan panduan praktis untuk mengenali dan menghadapi modus penipuan digital. Dengan langkah ini, perempuan diharapkan dapat lebih terlindungi di dunia maya dan mampu menggunakan teknologi dengan lebih aman.
Langkah apa yang menurut Anda penting untuk melindungi perempuan di dunia digital?
Kolaborasi untuk Melindungi Perempuan dan Anak di Dunia Digital
Kasus penipuan digital yang kerap menargetkan perempuan menjadi perhatian serius berbagai kementerian. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menekankan bahwa korban perempuan paling banyak ditemukan dalam transaksi keuangan hingga eksploitasi berbasis pornografi di dunia maya.
“Jadi segala lini, baik itu transaksi keuangan, pornografi, itu banyak sekali korbannya perempuan di dunia maya,” ujar Meutya.
Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga berfokus pada upaya melindungi perempuan dan anak melalui literasi digital. Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menjelaskan pentingnya mengajarkan cara menggunakan media sosial secara bijak untuk mencegah perempuan dan anak menjadi korban penipuan atau eksploitasi online.
“Kita akan memaksimalkan literasi digital, dengan fokus utama pada desa-desa sebagai basis program edukasi,” jelas Arifah.
Ruang Bersama Merah Putih
Sebagai langkah lebih lanjut, Kementerian PPPA juga akan meluncurkan Ruang Bersama Merah Putih, sebuah platform kolaboratif yang menyatukan data terkait keadaan perempuan dan anak di berbagai wilayah. Platform ini akan bekerja sama dengan hampir semua kementerian dan lembaga untuk menciptakan pendekatan terpadu dalam menangani isu-isu seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), eksploitasi online, dan antisipasi potensi ancaman lainnya.
“Kolaborasi ini sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di sebuah daerah agar saling menguatkan dan mampu mencegah kejadian-kejadian yang merugikan perempuan dan anak,” tambah Arifah.
Dengan literasi digital yang ditingkatkan dan platform kolaboratif seperti Ruang Bersama Merah Putih, diharapkan perempuan dan anak dapat terlindungi lebih baik dari ancaman digital maupun kekerasan, serta memiliki akses lebih baik untuk mendapatkan dukungan jika menghadapi situasi tersebut.
Baca juga artikel lainnya dari UnityGames.org